Senin, 07 Desember 2015

Pemanfaatan Information and Communications Technology (ICT) untuk Meningkatkan Daya Saing Lembaga Pendidikan Islam di Era Globalisasi

M. Azhar Alwahid, S.Ag, M.Pd
Abstrak

Begitu pentingnya penggunaan ICT dalam pembelajaran. Sehingga membuat guru dan pemangku pendidikan mau atau tidak mau harus mendukung penggunaan ICT di dalam lembaga pendidikan yang mereka kelola, termasuk di dalamnya lembaga pendidikan Islam. Pengunaan Teknologi seperti dua buah mata pisau satu sisi memiliki dampak positif dan disisi lain memilki dampak yang negatif. Kalau penggunaan ICT ini tidak di barengi dengan rambu-rambu dan akhlak yang baik maka yang terjadi adalah penggunaan ICT yang berlebihan tanpa kontrol. Tujuan kita ingin menjadikan ICT sebagai alat untuk memudahkan pembelajaran akan tetapi justru malah merusak otak anak didik kita sendiri. Rambu-rambu yang perlu di perhatikan diantaranya penggunan internet harus bebas dari situs-situs yang kurang baik seperti situs fornografi dan pornoaksi. Selain itu perlu adanya aturan yang tegas tentang penggunaan Hp, ketika berada di sekolah. Misalnya tidak di aktifkan saat pelajaran berlangsung. Tidak mengunakan Hand phone dan media sosial untuk hal-hal yang tidak baik dan kurang bermanfaat. Sekolah harus memfasilitasi membuat Group Diskusi dengan menggunakan media sosial yang di kelola melalui akun sekolah, dan pengelolaanya bisa di serahkan kepada guru maupun siswa yang di tunjuk oleh sekolah. Adanya pemantauan terhadap penggunaan HP dan media sosial yang di gunakan siswa melalui perjanjian dan kesepakatan dengan wali murid. Membatasi pergaulan yang berlebihan yang cenderung kearah pacaran dan sekbebas dengan mengaktifkan berbagai kajian keislaman. Selain itu pihak sekolah harus mengembangkan sikap kritis, aktif dan antusias. Sikap kritis diartikan sebagai sikap mempertanyakan segala hal yang berhubungan dengan yang di pelajari secara detail. Sikap aktif yang di sini adalah suatu sikap turut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan belajar, berani mengungkapkan ketidaktahuan pada guru atau teman, tidak ada rasa sungkan, rasa malu, dan rasa takut pada guru. Sikap antusias yang di maksud di sini adalah suatu sikap untuk mengembangkan perhatian secara terpusat pada pelajaran, Sehingga menimbulkan minat dan berkembangnya keinginan untuk menguasai kecakapan tertentu  dari hasil proses belajar, sehingga menjadi motivasi atau alasan yang kuat untuk belajar tanpa harus di paksa oleh siapapun. Diharapkan dengan menggunakan ICT sebagai alat untuk mencapai tujuan, lembaga Pendididkan Islam dapat meningkatkan daya saing dengan lembaga lain termasuk lembaga pendidikan Asing yang hadir di Indonesia. Sehingga kesan yang terbangun sebagai lembaga tradisional yang kolot dan ketinggalan jaman akan hilang. Dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam akan meningkat, sehingga mereka tidak ragu untuk mempercayakan masa depan anak-anak mereka di lembaga pendidikan  Islam yang tak kalah banyaknya dengan lembaga pendidikan umum baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat. 
Pendahuluan
            Memasuki era globalisasi abad ke-21 menimbulkan berbagai resiko dan ketidak pastian diluar kemampuan manusia, proses globalisasi akan terus berkembang dan tidak ada satu wilayahpun yang dapat menghindari dari proses yang bersifat global ini.[1] Proses globalisasi ini juga diiringi dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih dan modern. Dengan di temukannya komputer membuat pekerjaan manusia semakin mudah dan membuat perubahan yang begitu cepat di berbagai bidang kehidupan. Dari industri, perkantoran, perdagangan, pelayan publik termasuk di dalamnya lembaga pendidikan. Semua bidang tersebut tidak terlepas dari penggunaan Teknologi Informatika komputer untuk membantu melaksanakan tugas sehari-hari. Dengan ICT pekerjaan menjadi mudah dan selesai lebih cepat. Berbagai kemudahan dan fasilitas ditawarkan, untuk memanjakan penggunanya. Perkembangan teknologi komputer saat ini lebih cepat dari kemampuan penguna teknologi itu sendiri. Belum sempat pengguna menguasai satu program maka muncul program baru yang merupakan hasil perbaikan dari program sebelumnya.
            Dengan di berlakukanya Perdagangan bebas, dengan adanya kesepakatan APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) tahun 1989 dan AFTA (ASEAN Free Trade Area) pada tahun 1992 membuat persaingan dalam dunia pendidikan semakin ketat. Lembaga pendidikan yang hadir di Indonesia bukan hanya lembaga pendidikan yang di kelola oleh pemerintah dan masyarakat akan tetapi berbagai macam lembaga pendidikan  Internasional mulai bermunculan di negeri kita tercinta ini. Lahirnya lembaga pendidikan internasional ini bukan hanya berdampak positif bagi perkembangan pendidikan  di indonesia akan tetapi juga membawa dampak negatif. Munculnya budaya asing yang di bawa belum tentu cocok dan sesuai dengan kultur bangsa indonesia. Kita juga telah menyaksikan berbagai permasalahan yang muncul dari beberapa sekolah internasional yang di kelola oleh warga negara asing seperti kasus pelecehan seksual terhadap para siswa yang terjadi di sekolah JIS (Jakarta Internasional School) dan sampai saat ini kasusnya masih di tangani kepolisian. Kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri, tapi harus kita hadapi dengan berbagai macam cara dan strategi yang cerdas. Untuk dapat bersaing dengan lembaga pendidikan yang ada lembaga pendidikan Islam harus membuat strategi dan cara yang efektif dalam meningkatkan kualitas manajemen di lembaga tersebut. Salah satu strategi yang dapat di lakukan adalah meningkatkan pelayanan dan pengajaran dengan menggunakan ICT sebagai alat untuk mencapai tujuan. Hal ini sejalan dengan apa yang di kemukakan oleh Azhar Arsyad yang mengatakan bahwa dunia pendidikan di tuntut untuk mengikuti perkembangan teknologi dan memanfaatkannya sebagai salah satu media yang mampu meningkatkan makna pembelajaran dan meningkatkan mutu pendidikan, misalnya melalui penyesuaian penggunaan TIK dalam proses pembelajaran.[2]
            Lembaga Pendidikan Islam pada dasarnya mengikuti kelembagaan Formal, dan kemasyarakatan (nonformal).[3] Pembinaan dalam pendidikan merupakan suatu proses yang selalu terjadi, baik di sebabkan oleh suatu keputusan yang “di turunkan” dari atas secara normatif, politis, dan formatif, maupun yang di sebabkan oleh proses alamiah yang di sebabkan oleh adanya perumusan kembali secara deskriptif sebagai hasil dari pengamatan pelaksanan dari suatu kebijaksanan pendidikan.[4]  Lembaga Pendidikan Islam seperti Pesantren, Madrasah dan Sekolah Islam keberadaannya tidak dapat di pandang sebelah mata sebagai Lembaga yang turut mencerdaskan anak Bangsa. Sebagai lembaga pendidikan yang telah mengakar dalam budaya masyarakat Indonesia, keberadannya harus terus di lestarikan dan terus di tingkatkan kwalitasnya. Walaupun beberapa dekade dalam perkembangannya banyak mengalami kendala, diantaranya kurang adanya dukungan yang kuat secara legitimasi hukum dari pemerintah. Namun atas usaha para Tokoh Ulama dan cendikiawan Muslim secara hukum Lembaga Pendidikan Islam telah mendapatkan pengakuan yang sama dengan sekolah umum  melalui UU No. 20 tahun 2003. Regulasi sistem pendidikan nasional tersebut bisa menjadi modal bagi lembaga pendidikan Islam untuk meningkatkan kwalitas proses dan layanan terhadap peserta didik. Dengan adanya dukungan dari pemerintah baik sarana maupu prasarana membuat lembaga pendidikan islam semakin di minati oleh masyarakat. Lahirnya sekolah elit Islam Seperti Al-Azhar, Paramadina, Muttahari, Lazuardi dan sekolah Islam lainya turut mewarnai dunia pendidikan di era kontemporer ini. Pendidikan Islam selain menjadi tanggung jawab pemerintah juga  menjadi tanggung jawab masyarakat sebagai bagian dari negara.[5] Untuk mengembangkan Sumber daya yang ada, Selain mengharapkan berbagai bantuan dari pemerintah Lembaga pendidikan  Islam harus memiliki sifat kemandirian dalam pengembangan lembaga, misalnya dengan menggandeng para investor dalam mengembangkan lembaga dan pengembangan usaha produktif. Dengan demikian Lembaga Pendidikan Islam dapat melengkapi berbagai sarana penunjang untuk meningkatkan proses dan kwalitas pembelajaran. Salah satu sarana dan prasarana yang di butuhkan adalah Lab komputer dan perangkat ICT lainya. Diharapkan dengan menggunakan ICT sebagai alat untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan, dapat meningkatkan persaingan dengan lembaga lain termasuk lembaga pendidikan Asing yang hadir di Indonesia.  
            Penggunaan ICT di sekolah Islam perlu di barengi dengan pembinaan akhlak yang baik. Menurut Muna Haddad Yakan Media dapat di gunakan untuk merusak akhlak dan menyebarkan ideologi termasuk ideologi liberalis dan komunis, media di jadikan alat yang efektif untuk menyebarkan paham tersebut kepada masyarakat. Oleh sebab itu penggunaan media sebagai alat pembelajaran harus memperhatikan akhlak yang di ajarkan sesuai Alquran dan hadis.[6] Di harapkan dengan penggunaan ICT sebagai media dalam pembelajaran dapat memberikan pemahaman yang baik terhadap siswa sehingga akan lahir siswa yang beriman dan berilmu pengetahuan sesuai dengan ayat Alquran surat Ibrahim ayat 24-25 yang artinya : “Allah mengumpamakan kalimat yang baik, seperti sebatang pohon yang baik. Akarnya kukuh (di bumi) dan cabangnya menjulang tinggi ke langit. Menghasilkan buah setiap waktu dengan ijin Robb-nya. Demikian Allah memberikan perumpamaan kepada manusia agar mendapatkan peringatan dari padanya”.[7]   

Pemanfaatna ICT di Lembaga pendidikian Islam
            Selain Madrasah dan Sekolah Islam, Pesantren merupakan lembaga Pendidikan Islam yang memiliki ciri khas tersendiri. Pesatren adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional, di mana Santri tinggal dan belajar bersama di bawah bimbingan kiai. Keberadaan  pondok dan asrama merupakan ciri khas utama dari tradisi pesantren. Hal ini pula yang membedakan pesantren dengan sistem tradisional lainnya yang kini banyak di jumpai di masjid-masjid di berbagai negara. Bahkan ia juga tampak berbeda dengan sistem pendidikian surau/masjid yang belakangan ini timbuh pesat di Indonesia.[8]Abdul Halim Soebahar kemudian menjelaskan bahwa dalam menjawab tantangan perubahan dan berbagai kebutuhan masyarakat, beberapa pesantren secara historis telah melakukan beberapa inovasi pada sistem pendidikanya. Proses transformasi itu semata-mata menghasilkan inovasi karena faktor internal ataukah eksternal, atau interaksi keduanya. Pada kenyataanya kekuatan-kekuatan eksternal seperti pemerintah dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), turut andil dalam proses tersebut. Pemerintah berperan sebagai pengelola pembangunan sedangkan LSM yang memfasilitasi pelatihan-pelatihan yang melibatkan sumber daya pesantren. Dalam penelitian ini juga di ungkapkan bahwa setiap tawaran inovasi yang datang selalu di respons secara dilematis, yakni antara melestarikan nilai-nilai lama atau mengembangkan nilai yang sama sekali baru atau bahkan memadukan keduanya. Beberapa pesantren telah mengembangkan ICT di dalam lembaganya untuk membantu proses administrasi dan Manejemen juga untuk membantu proses belajar mengajar.  
            Penggunaan ICT dalam lembaga pendidikian Islam sangat di perlukan untuk menjawab berbagai permasalah dan tantangan dalam masyarakat yang dinamis dan terus berubah. Menurut Zahrotus Saidah dalam Bukunya Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Konstrutivisme untuk Generasi digital, di kemukakan bahwa kebermaknaan pembelajaran adalah kunci keberdayaan siswa di era digital. Studi yang di lakukan membuktikan bahwa kebermaknaan pembelajaran PAI untuk Generasi Digital dapat di tingkatkan melalui metode pembelajaran berbasis digital.[9] Selain itu Teknologi berdampak besar dalam berbagai kehidupan, bukan hanya pada kehidupan (Life Style) tetapi juga  dalam dunia pendidikan dengan adanya teknologi multimedia.[10] Selanjutnya Munir mengemukakan bahwa Teknologi Multi Media dapat berarti penggunaan teknologi elektronik seperti komputer (baik perangkat keras maupun perangkat lunak), kamera, handphone, dan lain-lain yang di gunakan untuk menggabungkan dan menyampaikan informasi dalam bentuk teks, audio, grafik, animasi dan video yang di gunakan hampir pada seluruh aspek kegiatan. Beberapa manfaat multi media dalam pembelajaran diantaranya dapat di gunakan untuk membantu pendidik dalam menjelaskan suatu konsep yang sulit di jelaskan tanpa bantuan multi media. Selain itu pemanfaatan teknologi Multi Media dapat membangkitklan motivasi belajar peserta didik, karena presentasi yang di sajikan lebih menarik.
            Burn-Sardone, Nancy mengemukakan : Seorang individu yang mahir dalam bidang IT tidak hanya mahir dengan software tetapi juga dapat menunjukkan pengetahuan mereka tentang fungsi komputer, jaringan, sumber daya online, media digital, dan pemrograman. Berdasarkan penelitianya di sebuah Universitas dia mengemukakan bahwa (1) Berdasarkan penelitian dalam lingkungan belajar dengan strategi pembelajaran aktif, Kelancaran  mengunakan IT dapat tercapai; dan (2) di lingkungan berdasarkan strategi pembelajaran aktif belajar, kepuasan secara signifikan lebih tinggi dari pada menggunakan gaya belajar individu. Kemudian Burn-Sardone, nancy merekomendasikan kepada perguruan tinggi mempertimbangkan menggunakan metode konstruktivisme. Dengan beberapa instruksi: presentasi mahasiswa, simulasi dan bermain game, umpan balik rekan, pengembangan portofolio online, latihan menulis reflektif, diskusi kelas, kerja kelompok, dan kegiatan pemecahan masalah. Rekomendasi lebih lanjut untuk instruktur perguruan tinggi meliputi: mengajukan pertanyaan yang menantang; mempromosikan diskusi; menggunakan media yang bervariasi secara efektif; dan memberikan tugas yang menantang. Rekomendasi untuk penelitian masa depan mencakup mengukur pengetahuan pra-kursus siswa dari konsep teknologi untuk menentukan apakah perbedaan kelancaran IT di lapangan terkait dengan lingkungan belajar desain pretest dan postest. Selain itu, penggunaan kerangka konseptual lainnya, seperti self-efficacy dan motivasi, mungkin juga memberikan ide tentang bagaimana variabel-variabel ini mempengaruhi kelancaran menggunakan dan tentu saja kepuasan.[11] Sebuah penelitian yang di lakukan oleh Cocciolo, Anthony Patton mengemukakan bahwa TIK dapat memajukan budaya partisifatif. Studi ini menyimpulkan bahwa teknologi Web 2.0 mempromosikan pembentukan budaya partisipatif dengan membuat karya budaya, intelektual, dan kreatif dari masyarakat pada umumnya, dan bahwa visibilitas pada gilirannya mendorong individu untuk berpartisipasi.[12] Begitu pentingnya TIK dalam pembelajaran pada tahun 2009 di bentuklah sebuah Forum Dunia tentang belajar dan Teknologi di london Inggris yang di sponsori oleh Cisco, Intel dan Microsoft. Forum Dunia tentang Belajar dan Teknologi adalah platform global untuk pertukaran informasi di antara para pembuat kebijakan dan praktisi yang wilayah fokus utama melibatkan desain kebijakan dan pelaksanaan program untuk memastikan penerapan yang efektif dari teknologi dalam pendidikan.[13] Ku, Cheng Hsin-. Dari University of Central Florida melakukan penelitian tentang sistem pembelajaran online dengan menggunakan World Wide Web Course Tools (WebCT). Dari penelitian ini menunjukkan bahwa Technology Acceptance Model (TAM) telah berhasil menjelaskan perilaku siswa ketika mereka menggunakan sistem informasi pendidikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji penerimaan siswa dari World Wide Web Course Tools (WebCT) sistem pembelajaran online. Sumber yang Dirasakan dan Technology Acceptance Model (Pratam) dibuat berdasarkan penelitian sebelumnya untuk mengatasi faktor-faktor sumber daya yang dirasakan, dirasakan kegunaan, persepsi kemudahan penggunaan, sikap terhadap menggunakan, niat perilaku untuk menggunakan dan menggunakan sistem yang sebenarnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penentu kritis dan memberikan hubungan kausal mengenai perilaku penerimaan siswa saat menggunakan WebCT. Temuan penelitian ini dapat memberikan pedoman bagi implementasi masa depan sistem pembelajaran online dalam pendidikan tinggi.
            Penggunaan ICT dalam pembelajaran juga perlu melibatkan siswa. Baik dalam pengelolan bahan ajar maupun dalam penyajian materi di kelas. Di beberapa sekolah seperti SMA PGRI Cibinong dan SMAN 1 Cibinong keterlibatan siswa dalam pengunaan ICT sudah lama di terapkan diantaranya dengan pembentukan TIM IT. Di SMA Plus PGRI Cibinong tim ini di namakan Kopasus IT. team ini beranggotakan beberapa siswa pilihan yang memiliki keahlian di bidang It. Setiap hari mereka mendapatkan tugas piket secara bergantian untuk melayani siswa dan guru yang membutuhkan bantuan berkaitan dengan ICT. Salah satu tugas mereka adalah membantu guru membuat media pembelajaran dan membantu guru dalam menyiapkan bahan dan alat untuk presentasi di kelas. Di bawah bimbingan konsultan dan guru TIK mereka menjalankan tugas yang telah di amanahkan. Selain itu mereka juga di berikan kewenangan untuk mengelola Web site sekolah dan meng up date berita, data dan informasi tentang sekolah dan pembelajaran.[14]
            Begitu pentingnya penggunaan ICT dalam pembelajaran. Sehingga membuat guru dan pemangku pendidikan mau tidak mau harus mendukung penggunaan ICT di dalam lembaga pendidikan yang mereka kelola. Pengunaan Teknologi seperti dua buah mata pisau satu sisi memiliki dampak positif dan di sisi lain memilki dampak negatif. Kalau penggunaan ICT ini tidak di barengi dengan rambu-rambu dan akhlak yang baik maka yang terjadi adalah penggunaan ICT yang berlebihan tanpa kontrol, tujuan kita ingin menjadikan ICT sebagai alat untuk memudahkan pembelajaran akan tetapi justru malah merusak otak peserta didik kita sendiri. Rambu-rambu yang perlu di perhatikan diantaranya penggunan internet harus bebas dari situs-situs yang kurang baik seperti situs fornografi dan pornoaksi. Selain itu perlu adanya aturan yang tegas tentang penggunaan Hp, ketika berada di sekolah. Misalnya tidak di aktifkan saat pelajaran berlangsung. Tidak mengunakan Hand phone dan media sosial untuk hal-hal yang tidak baik dan kurang bermanfaat. Sekolah harus memfasilitasi membuat Group Diskusi dengan menggunakan media sosial yang di kelola melalui akun sekolah, dan pengelolaanya bisa di serahkan kepada siswa yang di tunjuk oleh sekolah. Adanya pemantauan terhadap penggunaan HP dan media sosial yang di gunakan siswa melalui perjanjian dan kesepakatan dengan wali murid. Membatasi pergaulan yang berlebihan yang cenderung kearah pacaran dan sekbebas dengan mengaktifkan berbagai kajian keislaman. Selain itu pihak sekolah harus mengembangkan sikap kritis, aktif dan antusias. Sikap kritis diartikan sebagai sikap mempertanyakan segala hal yang berhubungan dengan yang di pelajari secara detail. Sikap aktif yang di sini adalah suatu sikap  turut  berpartisipasi dalam berbagai kegiatan belajar, berani mengungkapkan ketidaktahuan pada guru atau teman, tidak ada rasa sungkan, rasa malu, dan rasa takut pada guru. Sikap antusias yang di maksud di sini adalah suatu sikap untuk mengembangkan perhatian secara terpusat pada pelajaran, Sehingga menimbulkan minat dan berkembangnya keinginan untuk menguasai kecakapan tertentu  dari hasil proses belajar, sehingga menjadi motivasi atau alasan yang kuat untuk belajar tanpa harus di paksa oleh siapapun.[15]
            Sekolah juga harus bisa menanamkan akhlak yang baik kepada siswa. Secara bahasa kata akhlak diambil dari kosakata bahasa Arab. Akhlak merupakan isim masdar (bentuk infinitive) dari kata akhlaqo, yukhliqu, yang berarti al-tha’biah (tabiat), al-adat (kebiasaan), almaruah (peradaban baik) atau al-din (agama).[16] Al-Ghazali menyatakan bahwa akhlak adalah suatu keadan dalam jiwa yang tetap yang memunculkan suatu perbuatan secara mudah dan ringan tanpa perlu pertimbangan pikiran dan analisa.[17] Ibnu maskawaih mendefinisikan akhlak sebagai keadaan jiwa yang mendorong kepada tindakan-tindakan tanpa melalui pertimbangan pikiran.[18] Dalam Ensiklopedia Britanica, akhlak yang di sebut sebagai ilmu akhlak mempunyai arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai baik, buruk, seharusnya benar, salah dan sebagainya tentang prinsif umum dan dapat di terapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat di sebut juga sebagai filsafat moral. Abuddi Nata ada lima ciri-ciri yang di kandung dari sebuah pengertian akhlak yaitu : 1). Akhlak merupakan perbuatan yang tertanam di dalam jiwa seseorang secara kuat sehingga menjadi bagian dari pribadinya; 2). Akhlak tersebut di lakukan secara mudah tanpa memerlukan pikiran; 3). Akhlak di lakukan tanpa paksaan atau tekanan dari luar diri seseorang; 4). Akhlak tersebut di lakukan dengan sungguh-sungguh; 5). Akhlak juga di lakukan karena ikhlas semata-mata mengharapkan ridho Allah dan bukan [pujian manusia.
            Dari berbagai kajian di atas, dapat di tarik satu kesimpulan bahwa penggunaan ICT dalam pembelajaran sangat di butuhkan, namun dengan di berlakukannya kebijakan penggunaan ICT, di harapkan sekolah memiliki rambu-rambu yang mengatur penggunaannya dalam bingkai akhlak. Sehingga guru dan siswa memiliki batasan dalam pengunaannya dan  tidak melenceng dari moral dan etika yang ada.  Berdasarkan hasil penelitian di atas menunjukkan begitu pentingnya penggunaan ICT dalam dunia pendidikan. Hasil dari beberapa penelitian tentang ICT ini dapat menjadi referensi bagi Pengelola Lembaga pendidikan Islam dalam menentukan kebijakan penggunaan IT dalam Kegiatan administrasi maupun dalam pembelajaran di kelas.

KESIMPULAN
            Globalisasi pendidikan adalah suatu keharusan yang tidak bisa di tawar lagi, oleh sebab itu pengelola lembaga pendidikan harus bersikap proaktif dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Berbagai kebijakan pendidikan nasional membawa pengaruh yang signifikan terhadap lembaga pendidikan Islam, sebelum lahirnya undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional dunia pendidikan Islam berkali-kali mengalami diskriminasi dalam hal kebijakan pendidikan. Termasuk di dalamnya anggaran pendidikan yang tak seimbang dengan kebutuhan sehingga mengakibatkan rendahnya kwalitas lembaga dan lulusan dari Madrasah tersebut. Dengan di berlakukanya UU No 20 memberikan peluang kepada lembaga pendidikan Islam untuk mengembangkan diri menjadi lembaga pendidikan yang siap melahirkan peserta didik yang dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama. Menciptakan Pendidikan Islam yang bersifat integralistik tidak adanya dikhotomi antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama. Pendidikan islam juga bersifat holistik yang meliputi seluruh aspek kehidupan dengan prinsif seumur hidup (long life education).
            Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, yang sudah mengakar dalam budaya masyarakat indonesia dapat menjadi perekat dan pemersatu umat islam, selain itu juga Pesantren harus melahirkan para Ulama dan Umaro yang berkwalitas yang dapat menjadi tauladan bagi masyarakat. Dan pesantren juga harus menjadi agen of change (agen perubahan) bagi masyarakat Islam yang majemuk. Berbagai kebijakan yang di ambil oleh seorang kiai sebagai pimpinan pesantren sangat berpengaruh terhadap kemajuan pesantren yang di pimpinnya. Berdasarkan penelitian diungkapkan bahwa setiap tawaran inovasi yang datang selalu di respons secara dilematis, yakni antara melestarikan nilai-nilai lama atau mengembangkan nilai yang sama sekali baru atau bahkan memadukan keduanya. Dalam menjawab tantangan perubahan dan berbagai kebutuhan masyarakat, beberapa pesantren secara historis telah melakukan beberapa inovasi pada sistem pendidikanya. Proses transformasi itu semata-mata menghasilkan inovasi karena faktor internal ataukah eksternal, atau interaksi keduanya. Pada kenyataanya kekuatan-kekuatan eksternal seperti pemerintah dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), turut andil dalam proses tersebut. Pemerintah berperan sebagai pengelola pembangunan sedangkan LSM yang memfasilitasi pelatihan-pelatihan yang melibatkan sumber daya pesantren.
            Untuk menjawab berbagai tantangan di atas perlu adanya keseriusan dari lembaga pendidikan Islam seperti pesantren, Madrasah dan sekolah Islam untuk mengembangkan ICT di lembaganya masing-masing. Penggunaan ICT dalam lembaga pendidikian Islam sangat di perlukan untuk menjawab berbagai permasalah dan tantangan dalam masyarakat yang dinamis dan terus berubah. Di harapkan dengan penggunaan ICT, sekolah Islam dapat bersaing dengan Sekolah umum dan Sekolah asing yang turut mewarnai dunia pendidikan di Indonesia. Walaupun penggunaan ICT dalam pembelajaran berdampak baik bagi perkembangan pemahaman siswa, namun pada keyataanya pengunaan ICT dalam pembelajaran tidak hanya bernilai positif akan tetapi ada dampak negatif yang muncul. Ketika kebijakan ICT ini sudah di jalankan, pengunaan berbagai media komputer dan internet termasuk di dalamnya media sosial kalau tidak adanya rambu-rambu yang di buat dalam bingkai akhlak yang mulia akan mengakibatkan pengunan media yang berlebihan. Sehingga tujuannya ingin menjadikan siswa lebih kreatif justru malah merusak akhlak dan moral siswa.  Oleh sebab itu pihak sekolah harus membuat peraturan yang ketat tentang pengunan ICT, di antaranya dengan melakukan pendampingan ketika mengakses internet dan penggunan media sosial. Pembentukan Team ICT dengan melibatkan siswa seperti yang telah di terapkan di SMA Plus PGRI Cibinong juga perlu di pertimbangkan sehingga siswa lebih terarah dalam memanfaatkan berbagai macam teknologi mutakhir tersebut karena di dalam team tersebut secara keorganisasian sudah memiliki tujuan dan AD ART yang jelas, dan bisa di pertanggung jawabkan.
            Mudah-mudahan dengan penggunaan ICT dalam pembelajaran dapat meningkatkan kualitas lembaga pendidikan Islam yang sampai saat ini masih sangat tertinggal dengan sekolah Umum dan sekolah bertarap internasional. Dan bagi para pemangku kebijakan khususnya departemen Agama dan para ulama dan pengelola lembaga pendidikan Islam bahu membahu melengkapi berbagai sarana dan prasarana di semua lembaga pendidikan Islam dari mulai tingkat Diniyah sampai tingkat perguruan tinggi. Dan pemerintah juga di harapkan dapat membuat regulasi berbentuk undang-undang yang tidak diskriminasi terhadap lembaga pendidikan Islam, dalam hal pemberian bantuan fasilitas dan kesejahteraan guru.



DAFTAR PUSTAKA

Mastuhu. 2003. Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21( The New Mind Set of National in The 21 Century). Yogyakarta: Safiria Insania Press.

Arsyad, Azhar . 1995. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Feisal, Jusuf Amir, Prof. Dr.  1995. Reorientasi Pendidikan Islam Jakarta : Gema Insani Press.

Rosyadi, Rahmat. 2014.  Pendidikian Islam dalam prospek kebijakan nasional. Bogor : PT. Penerbit IPB Press.

 Soebahar, Abdul Halim. 2013. Modernisasi Pesantren Study transformasi Kepemimpinan Kiai dan Sitem Pendidikan Pesantren . Yogyakarta: LKIS.

Saidah,  Zahrotus.  2014. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Konstrutivisme untuk Generasi digital, Tanggerang Selatan : Cinta Buku Media.

Munir, M.IT, Prof. Dr.  2012. Multi Media konsep dan Aplikasi dalam Pendidikan. Bandung : CV. Alfabeta.

Burns-Sardone, Nancy. 2008. An investigation of the relationship between higher education learning environments and learner characteristics to the development of information technology fluency and course satisfaction. Order No. 3308311, New York University. In PROQUESTMS ProQuest Dissertations & Theses Full Text: The Humanities and Social Sciences Collectionhttp://search.proquest.com/docview/304528092?accountid=25704.

Cocciolo, Anthony Patton. 2009. "Using information and communications technologies to advance a participatory culture: A study from a higher education context." Order No. 3368420, Teachers College, Columbia University, http://search.proquest.com/docview/304865814?accountid=25704. ProQuest Dissertations & Theses Full Text: The Humanities and Social Sciences Collection.

Ku, Cheng-Hsin. 2009. "Extending the Technology Acceptance Model using perceived user resources in higher education web-based online learning courses." Order No. 3357904, University of Central Florida, http://search.proquest.com/docview/305096809?accountid=25704. proQuest Dissertations & Theses Full Text: The Humanities and Social Sciences Collection.




          [1]Di awali dengan berakhirnya era industri yang di tandai dengan runtuhnya tembok Berlin yang kemudian menjadi sibol dunia tanpa batas, seiring globalisasi juga bermunculan juga fenomena-fenomena lainya, seperti kompleksitas, turbulence, dinamika, akselerasi, konvergensi, konsolidasi, rasionalisasi, paradok global, dan kekuatan pemikiran. Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21( The New Mind Set of National in The 21 Century) (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003), 9.
            [2] Azhar Arsyad, Media Pembelajaran (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), 2.
            [3] Kelembagaan formal meliputi sekolah, madrasah dan pesantren sedangkan kegiatan pendidikan nonformal merupakan kegiatan pendidikan dalam masyarakat yang sangat beragam dalam materi, tingkat dan coraknya. Dan kegiatan dalam keluarga di kategorikan ke dalam pendidikan informal. Prof. Dr. Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta : Gema Insani Press, 1995), 98.
            [4] Prof. Dr. Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta : Gema Insani Press, 1995), 75.
          [5]Rahmat Rosyadi, Pendidikian Islam dalam prospek kebijakan nasional (Bogor : PT. Penerbit IPB Press, 2014), 2.
           [6] Munna Haddad Yakan, Hati-hati terhadap Media yang merusakanak (Jakarta : Gema Insani Press, 1994), 14-16.
           [7] Lafadz ayatnya adalah:
öNs9r& ts? y#øx. z>uŽŸÑ ª!$# WxsWtB ZpyJÎ=x. Zpt6ÍhŠsÛ ;otyft±x. Bpt7ÍhsÛ $ygè=ô¹r& ×MÎ/$rO $ygããösùur Îû Ïä!$yJ¡¡9$# ÇËÍÈ  
þÎA÷sè? $ygn=à2é& ¨@ä. ¤ûüÏm ÈbøŒÎ*Î/ $ygÎn/u 3 ÛUÎŽôØour ª!$# tA$sWøBF{$# Ĩ$¨Y=Ï9 óOßg¯=yès9 šcr㍞2xtGtƒ ÇËÎÈ  



           [8] Abdul Halim Soebahar, Modernisasi Pesantren Study transformasi Kepemimpinan Kiai dan Sitem Pendidikan Pesantren (Yogyakarta: LKIS, 2013), 41.
          [9]Zahrotus Saidah, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Konstrutivisme untuk Generasi digital (Tanggerang Selatan : Cinta Buku Media, 2014), 15.
          [10] Prof. Dr. Munir, M.IT, Multi Media konsep dan Aplikasi dalam Pendidikan (Bandung : CV. Alfabeta, 2012), 137.

          [11] Burns-Sardone, Nancy. "An Investigation of the Relationship between Higher Education Learning Environments and Learner Characteristics to the Development of Information Technology Fluency and Course Satisfaction." Order No. 3308311, New York University, 2008. In PROQUESTMS ProQuest Dissertations & Theses Full Text: The Humanities and Social Sciences Collection, http://search.proquest.com/docview/304528092?accountid=25704
            [12] Cocciolo, Anthony Patton. "Using Information and Communications Technologies to Advance a Participatory Culture: A Study from a Higher Education Context." Order No. 3368420, Teachers College, Columbia University, 2009. In PROQUESTMS ProQuest Dissertations & Theses Full Text: The HumanitiesandSocialSciencesCollection,http://search.proquest.com/docview/304865814? accountid=25704.
           [13] BECTA: Global Forum Launched to Highlight Importance of Effective use of Technology in Education; Learning and Technology World Forum Aims to Get Global Agreement among Policy Makers of the Critical Value of Technology inEducation." M2Presswire,Dec16,2008.http://search.proquest.com/docview/444361274? Accountid = 25704
            [14] Hasil wawancara penulis dengan Agus Sukiman wakil kepala sekolah bidang kurikulum SMA Plus PGRI Cibinong tanggal 20 September 2015.
            [15] Hendra Surya, Strategi Jitu Mencapai Kesuksesan Belajar (Jakarta :PT. Elek Media Komputindo, 2011),  19-22.
           [16] Luis ma’luf,  Kamus al-Munjid, (Beirut : Almaktabah al- Katulikiyah, tt), 194.
           [17] Imam al-Ghazali, Ihya’Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Fikr, t.t), jilid 3, 56.
           [18] Ibnu Miskawaih, Tahzid al-Akhlak wa Tathir al-Araq (Mesir: Maktabah al-Misriyah, 1934), 40. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar