M. Azhar Alwahid, S.Ag, M.Pd
Abstrak
Begitu pentingnya penggunaan ICT
dalam pembelajaran. Sehingga membuat guru dan pemangku pendidikan mau atau
tidak mau harus mendukung penggunaan ICT di dalam lembaga pendidikan yang
mereka kelola, termasuk di dalamnya lembaga pendidikan Islam. Pengunaan
Teknologi seperti dua buah mata pisau satu sisi memiliki dampak positif dan
disisi lain memilki dampak yang negatif. Kalau penggunaan ICT ini tidak di
barengi dengan rambu-rambu dan akhlak yang baik maka yang terjadi adalah
penggunaan ICT yang berlebihan tanpa kontrol. Tujuan kita ingin menjadikan ICT
sebagai alat untuk memudahkan pembelajaran akan tetapi justru malah merusak
otak anak didik kita sendiri. Rambu-rambu yang perlu di perhatikan diantaranya
penggunan internet harus bebas dari situs-situs yang kurang baik seperti situs
fornografi dan pornoaksi. Selain itu perlu adanya aturan yang tegas tentang
penggunaan Hp, ketika berada di sekolah. Misalnya tidak di aktifkan saat
pelajaran berlangsung. Tidak mengunakan Hand phone dan media sosial untuk
hal-hal yang tidak baik dan kurang bermanfaat. Sekolah harus memfasilitasi
membuat Group Diskusi dengan menggunakan media sosial yang di kelola melalui
akun sekolah, dan pengelolaanya bisa di serahkan kepada guru maupun siswa yang
di tunjuk oleh sekolah. Adanya pemantauan terhadap penggunaan HP dan media
sosial yang di gunakan siswa melalui perjanjian dan kesepakatan dengan wali
murid. Membatasi pergaulan yang berlebihan yang cenderung kearah pacaran dan
sekbebas dengan mengaktifkan berbagai kajian keislaman. Selain itu pihak
sekolah harus mengembangkan sikap kritis, aktif dan antusias. Sikap kritis
diartikan sebagai sikap mempertanyakan segala hal yang berhubungan dengan yang
di pelajari secara detail. Sikap aktif yang di sini adalah suatu sikap turut
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan belajar, berani mengungkapkan
ketidaktahuan pada guru atau teman, tidak ada rasa sungkan, rasa malu, dan rasa
takut pada guru. Sikap antusias yang di maksud di sini adalah suatu sikap untuk
mengembangkan perhatian secara terpusat pada pelajaran, Sehingga menimbulkan
minat dan berkembangnya keinginan untuk menguasai kecakapan tertentu dari hasil proses belajar, sehingga menjadi
motivasi atau alasan yang kuat untuk belajar tanpa harus di paksa oleh
siapapun. Diharapkan dengan menggunakan ICT sebagai alat untuk mencapai tujuan,
lembaga Pendididkan Islam dapat meningkatkan daya saing dengan lembaga lain
termasuk lembaga pendidikan Asing yang hadir di Indonesia. Sehingga kesan yang
terbangun sebagai lembaga tradisional yang kolot dan ketinggalan jaman akan
hilang. Dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam akan
meningkat, sehingga mereka tidak ragu untuk mempercayakan masa depan anak-anak
mereka di lembaga pendidikan Islam yang
tak kalah banyaknya dengan lembaga pendidikan umum baik yang diselenggarakan
oleh pemerintah maupun masyarakat.
Pendahuluan
Memasuki
era globalisasi abad ke-21 menimbulkan berbagai resiko dan ketidak pastian
diluar kemampuan manusia, proses globalisasi akan terus berkembang dan tidak
ada satu wilayahpun yang dapat menghindari dari proses yang bersifat global
ini.[1]
Proses globalisasi ini juga diiringi dengan perkembangan teknologi yang semakin
canggih dan modern. Dengan di temukannya komputer membuat pekerjaan manusia
semakin mudah dan membuat perubahan yang begitu cepat di berbagai bidang kehidupan.
Dari industri, perkantoran, perdagangan, pelayan publik termasuk di dalamnya lembaga
pendidikan. Semua bidang tersebut tidak terlepas dari penggunaan Teknologi
Informatika komputer untuk membantu melaksanakan tugas sehari-hari. Dengan ICT
pekerjaan menjadi mudah dan selesai lebih cepat. Berbagai kemudahan dan
fasilitas ditawarkan, untuk memanjakan penggunanya. Perkembangan teknologi
komputer saat ini lebih cepat dari kemampuan penguna teknologi itu sendiri.
Belum sempat pengguna menguasai satu program maka muncul program baru yang
merupakan hasil perbaikan dari program sebelumnya.
Dengan
di berlakukanya Perdagangan bebas, dengan adanya kesepakatan APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) tahun 1989 dan AFTA (ASEAN Free Trade Area) pada tahun 1992 membuat
persaingan dalam dunia pendidikan semakin ketat. Lembaga pendidikan yang hadir
di Indonesia bukan hanya lembaga pendidikan yang di kelola oleh pemerintah dan
masyarakat akan tetapi berbagai macam lembaga pendidikan Internasional mulai bermunculan di negeri
kita tercinta ini. Lahirnya lembaga pendidikan internasional ini bukan hanya
berdampak positif bagi perkembangan pendidikan
di indonesia akan tetapi juga membawa dampak negatif. Munculnya budaya
asing yang di bawa belum tentu cocok dan sesuai dengan kultur bangsa indonesia.
Kita juga telah menyaksikan berbagai permasalahan yang muncul dari beberapa
sekolah internasional yang di kelola oleh warga negara asing seperti kasus pelecehan
seksual terhadap para siswa yang terjadi di sekolah JIS (Jakarta Internasional
School) dan sampai saat ini kasusnya masih di tangani kepolisian. Kenyataan ini
tidak dapat kita pungkiri, tapi harus kita hadapi dengan berbagai macam cara
dan strategi yang cerdas. Untuk dapat bersaing dengan lembaga pendidikan yang
ada lembaga pendidikan Islam harus membuat strategi dan cara yang efektif dalam
meningkatkan kualitas manajemen di lembaga tersebut. Salah satu strategi yang
dapat di lakukan adalah meningkatkan pelayanan dan pengajaran dengan
menggunakan ICT sebagai alat untuk mencapai tujuan. Hal ini sejalan dengan apa
yang di kemukakan oleh Azhar Arsyad yang mengatakan bahwa dunia pendidikan di
tuntut untuk mengikuti perkembangan teknologi dan memanfaatkannya sebagai salah
satu media yang mampu meningkatkan makna pembelajaran dan meningkatkan mutu
pendidikan, misalnya melalui penyesuaian penggunaan TIK dalam proses
pembelajaran.[2]
Lembaga
Pendidikan Islam pada dasarnya mengikuti kelembagaan Formal, dan kemasyarakatan
(nonformal).[3]
Pembinaan dalam pendidikan merupakan suatu proses yang selalu terjadi, baik di
sebabkan oleh suatu keputusan yang “di turunkan” dari atas secara normatif,
politis, dan formatif, maupun yang di sebabkan oleh proses alamiah yang di
sebabkan oleh adanya perumusan kembali secara deskriptif sebagai hasil dari
pengamatan pelaksanan dari suatu kebijaksanan pendidikan.[4] Lembaga Pendidikan Islam seperti Pesantren,
Madrasah dan Sekolah Islam keberadaannya tidak dapat di pandang sebelah mata
sebagai Lembaga yang turut mencerdaskan anak Bangsa. Sebagai lembaga pendidikan
yang telah mengakar dalam budaya masyarakat Indonesia, keberadannya harus terus
di lestarikan dan terus di tingkatkan kwalitasnya. Walaupun beberapa dekade
dalam perkembangannya banyak mengalami kendala, diantaranya kurang adanya
dukungan yang kuat secara legitimasi hukum dari pemerintah. Namun atas usaha
para Tokoh Ulama dan cendikiawan Muslim secara hukum Lembaga Pendidikan Islam
telah mendapatkan pengakuan yang sama dengan sekolah umum melalui UU No. 20 tahun 2003. Regulasi sistem
pendidikan nasional tersebut bisa menjadi modal bagi lembaga pendidikan Islam untuk
meningkatkan kwalitas proses dan layanan terhadap peserta didik. Dengan adanya
dukungan dari pemerintah baik sarana maupu prasarana membuat lembaga pendidikan
islam semakin di minati oleh masyarakat. Lahirnya sekolah elit Islam Seperti
Al-Azhar, Paramadina, Muttahari, Lazuardi dan sekolah Islam lainya turut
mewarnai dunia pendidikan di era kontemporer ini. Pendidikan Islam selain
menjadi tanggung jawab pemerintah juga
menjadi tanggung jawab masyarakat sebagai bagian dari negara.[5]
Untuk mengembangkan Sumber daya yang ada, Selain mengharapkan berbagai bantuan
dari pemerintah Lembaga pendidikan Islam
harus memiliki sifat kemandirian dalam pengembangan lembaga, misalnya dengan
menggandeng para investor dalam mengembangkan lembaga dan pengembangan usaha
produktif. Dengan demikian Lembaga Pendidikan Islam dapat melengkapi berbagai
sarana penunjang untuk meningkatkan proses dan kwalitas pembelajaran. Salah
satu sarana dan prasarana yang di butuhkan adalah Lab komputer dan perangkat
ICT lainya. Diharapkan dengan menggunakan ICT sebagai alat untuk mencapai
tujuan lembaga pendidikan, dapat meningkatkan persaingan dengan lembaga lain
termasuk lembaga pendidikan Asing yang hadir di Indonesia.
Penggunaan
ICT di sekolah Islam perlu di barengi dengan pembinaan akhlak yang baik.
Menurut Muna Haddad Yakan Media dapat di gunakan untuk merusak akhlak dan
menyebarkan ideologi termasuk ideologi liberalis dan komunis, media di jadikan
alat yang efektif untuk menyebarkan paham tersebut kepada masyarakat. Oleh
sebab itu penggunaan media sebagai alat pembelajaran harus memperhatikan akhlak
yang di ajarkan sesuai Alquran dan hadis.[6] Di
harapkan dengan penggunaan ICT sebagai media dalam pembelajaran dapat
memberikan pemahaman yang baik terhadap siswa sehingga akan lahir siswa yang
beriman dan berilmu pengetahuan sesuai dengan ayat Alquran surat Ibrahim ayat 24-25
yang artinya : “Allah mengumpamakan kalimat yang baik, seperti sebatang pohon
yang baik. Akarnya kukuh (di bumi) dan cabangnya menjulang tinggi ke langit.
Menghasilkan buah setiap waktu dengan ijin Robb-nya. Demikian Allah memberikan
perumpamaan kepada manusia agar mendapatkan peringatan dari padanya”.[7]
Pemanfaatna
ICT di Lembaga pendidikian Islam
Selain
Madrasah dan Sekolah Islam, Pesantren merupakan lembaga Pendidikan Islam yang memiliki
ciri khas tersendiri. Pesatren adalah sebuah asrama pendidikan Islam
tradisional, di mana Santri tinggal dan belajar bersama di bawah bimbingan
kiai. Keberadaan pondok dan asrama
merupakan ciri khas utama dari tradisi pesantren. Hal ini pula yang membedakan
pesantren dengan sistem tradisional lainnya yang kini banyak di jumpai di
masjid-masjid di berbagai negara. Bahkan ia juga tampak berbeda dengan sistem
pendidikian surau/masjid yang belakangan ini timbuh pesat di Indonesia.[8]Abdul
Halim Soebahar kemudian menjelaskan bahwa dalam menjawab tantangan perubahan
dan berbagai kebutuhan masyarakat, beberapa pesantren secara historis telah
melakukan beberapa inovasi pada sistem pendidikanya. Proses transformasi itu
semata-mata menghasilkan inovasi karena faktor internal ataukah eksternal, atau
interaksi keduanya. Pada kenyataanya kekuatan-kekuatan eksternal seperti
pemerintah dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), turut andil dalam proses
tersebut. Pemerintah berperan sebagai pengelola pembangunan sedangkan LSM yang
memfasilitasi pelatihan-pelatihan yang melibatkan sumber daya pesantren. Dalam
penelitian ini juga di ungkapkan bahwa setiap tawaran inovasi yang datang
selalu di respons secara dilematis, yakni antara melestarikan nilai-nilai lama
atau mengembangkan nilai yang sama sekali baru atau bahkan memadukan keduanya.
Beberapa pesantren telah mengembangkan ICT di dalam lembaganya untuk membantu
proses administrasi dan Manejemen juga untuk membantu proses belajar mengajar.
Penggunaan
ICT dalam lembaga pendidikian Islam sangat di perlukan untuk menjawab berbagai
permasalah dan tantangan dalam masyarakat yang dinamis dan terus berubah.
Menurut Zahrotus Saidah dalam Bukunya Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Berbasis Konstrutivisme untuk Generasi digital, di kemukakan bahwa kebermaknaan
pembelajaran adalah kunci keberdayaan siswa di era digital. Studi yang di
lakukan membuktikan bahwa kebermaknaan pembelajaran PAI untuk Generasi Digital
dapat di tingkatkan melalui metode pembelajaran berbasis digital.[9]
Selain itu Teknologi berdampak besar dalam berbagai kehidupan, bukan hanya pada
kehidupan (Life Style) tetapi juga dalam
dunia pendidikan dengan adanya teknologi multimedia.[10] Selanjutnya
Munir mengemukakan bahwa Teknologi Multi Media dapat berarti penggunaan
teknologi elektronik seperti komputer (baik perangkat keras maupun perangkat
lunak), kamera, handphone, dan lain-lain yang di gunakan untuk menggabungkan
dan menyampaikan informasi dalam bentuk teks, audio, grafik, animasi dan video
yang di gunakan hampir pada seluruh aspek kegiatan. Beberapa manfaat multi
media dalam pembelajaran diantaranya dapat di gunakan untuk membantu pendidik
dalam menjelaskan suatu konsep yang sulit di jelaskan tanpa bantuan multi
media. Selain itu pemanfaatan teknologi Multi Media dapat membangkitklan
motivasi belajar peserta didik, karena presentasi yang di sajikan lebih
menarik.
Burn-Sardone,
Nancy mengemukakan : Seorang individu yang mahir dalam bidang IT tidak hanya
mahir dengan software tetapi juga dapat menunjukkan pengetahuan mereka tentang
fungsi komputer, jaringan, sumber daya online, media digital, dan pemrograman.
Berdasarkan penelitianya di sebuah Universitas dia mengemukakan bahwa (1)
Berdasarkan penelitian dalam lingkungan belajar dengan strategi pembelajaran
aktif, Kelancaran mengunakan IT dapat
tercapai; dan (2) di lingkungan berdasarkan strategi pembelajaran aktif
belajar, kepuasan secara signifikan lebih tinggi dari pada menggunakan gaya
belajar individu. Kemudian Burn-Sardone, nancy merekomendasikan kepada
perguruan tinggi mempertimbangkan menggunakan metode konstruktivisme. Dengan
beberapa instruksi: presentasi mahasiswa, simulasi dan bermain game, umpan
balik rekan, pengembangan portofolio online, latihan menulis reflektif, diskusi
kelas, kerja kelompok, dan kegiatan pemecahan masalah. Rekomendasi lebih lanjut
untuk instruktur perguruan tinggi meliputi: mengajukan pertanyaan yang
menantang; mempromosikan diskusi; menggunakan media yang bervariasi secara
efektif; dan memberikan tugas yang menantang. Rekomendasi untuk penelitian masa
depan mencakup mengukur pengetahuan pra-kursus siswa dari konsep teknologi
untuk menentukan apakah perbedaan kelancaran IT di lapangan terkait dengan
lingkungan belajar desain pretest dan postest. Selain itu, penggunaan kerangka
konseptual lainnya, seperti self-efficacy dan motivasi, mungkin juga memberikan
ide tentang bagaimana variabel-variabel ini mempengaruhi kelancaran menggunakan
dan tentu saja kepuasan.[11] Sebuah
penelitian yang di lakukan oleh Cocciolo, Anthony Patton mengemukakan bahwa TIK
dapat memajukan budaya partisifatif. Studi ini menyimpulkan bahwa teknologi Web
2.0 mempromosikan pembentukan budaya partisipatif dengan membuat karya budaya,
intelektual, dan kreatif dari masyarakat pada umumnya, dan bahwa visibilitas
pada gilirannya mendorong individu untuk berpartisipasi.[12] Begitu
pentingnya TIK dalam pembelajaran pada tahun 2009 di bentuklah sebuah Forum
Dunia tentang belajar dan Teknologi di london Inggris yang di sponsori oleh
Cisco, Intel dan Microsoft. Forum Dunia tentang Belajar dan Teknologi adalah
platform global untuk pertukaran informasi di antara para pembuat kebijakan dan
praktisi yang wilayah fokus utama melibatkan desain kebijakan dan pelaksanaan
program untuk memastikan penerapan yang efektif dari teknologi dalam
pendidikan.[13]
Ku, Cheng Hsin-. Dari University of Central Florida melakukan penelitian
tentang sistem pembelajaran online dengan menggunakan World Wide Web Course
Tools (WebCT). Dari penelitian ini menunjukkan bahwa Technology Acceptance
Model (TAM) telah berhasil menjelaskan perilaku siswa ketika mereka menggunakan
sistem informasi pendidikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji
penerimaan siswa dari World Wide Web Course Tools (WebCT) sistem pembelajaran
online. Sumber yang Dirasakan dan Technology Acceptance Model (Pratam) dibuat
berdasarkan penelitian sebelumnya untuk mengatasi faktor-faktor sumber daya
yang dirasakan, dirasakan kegunaan, persepsi kemudahan penggunaan, sikap
terhadap menggunakan, niat perilaku untuk menggunakan dan menggunakan sistem
yang sebenarnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor
penentu kritis dan memberikan hubungan kausal mengenai perilaku penerimaan
siswa saat menggunakan WebCT. Temuan penelitian ini dapat memberikan pedoman
bagi implementasi masa depan sistem pembelajaran online dalam pendidikan
tinggi.
Penggunaan
ICT dalam pembelajaran juga perlu melibatkan siswa. Baik dalam pengelolan bahan
ajar maupun dalam penyajian materi di kelas. Di beberapa sekolah seperti SMA
PGRI Cibinong dan SMAN 1 Cibinong keterlibatan siswa dalam pengunaan ICT sudah
lama di terapkan diantaranya dengan pembentukan TIM IT. Di SMA Plus PGRI
Cibinong tim ini di namakan Kopasus IT. team ini beranggotakan beberapa siswa
pilihan yang memiliki keahlian di bidang It. Setiap hari mereka mendapatkan
tugas piket secara bergantian untuk melayani siswa dan guru yang membutuhkan
bantuan berkaitan dengan ICT. Salah satu tugas mereka adalah membantu guru
membuat media pembelajaran dan membantu guru dalam menyiapkan bahan dan alat
untuk presentasi di kelas. Di bawah bimbingan konsultan dan guru TIK mereka
menjalankan tugas yang telah di amanahkan. Selain itu mereka juga di berikan
kewenangan untuk mengelola Web site sekolah dan meng up date berita, data dan
informasi tentang sekolah dan pembelajaran.[14]
Begitu
pentingnya penggunaan ICT dalam pembelajaran. Sehingga membuat guru dan
pemangku pendidikan mau tidak mau harus mendukung penggunaan ICT di dalam
lembaga pendidikan yang mereka kelola. Pengunaan Teknologi seperti dua buah
mata pisau satu sisi memiliki dampak positif dan di sisi lain memilki dampak negatif.
Kalau penggunaan ICT ini tidak di barengi dengan rambu-rambu dan akhlak yang
baik maka yang terjadi adalah penggunaan ICT yang berlebihan tanpa kontrol,
tujuan kita ingin menjadikan ICT sebagai alat untuk memudahkan pembelajaran
akan tetapi justru malah merusak otak peserta didik kita sendiri. Rambu-rambu
yang perlu di perhatikan diantaranya penggunan internet harus bebas dari
situs-situs yang kurang baik seperti situs fornografi dan pornoaksi. Selain itu
perlu adanya aturan yang tegas tentang penggunaan Hp, ketika berada di sekolah.
Misalnya tidak di aktifkan saat pelajaran berlangsung. Tidak mengunakan Hand
phone dan media sosial untuk hal-hal yang tidak baik dan kurang bermanfaat.
Sekolah harus memfasilitasi membuat Group Diskusi dengan menggunakan media
sosial yang di kelola melalui akun sekolah, dan pengelolaanya bisa di serahkan
kepada siswa yang di tunjuk oleh sekolah. Adanya pemantauan terhadap penggunaan
HP dan media sosial yang di gunakan siswa melalui perjanjian dan kesepakatan
dengan wali murid. Membatasi pergaulan yang berlebihan yang cenderung kearah
pacaran dan sekbebas dengan mengaktifkan berbagai kajian keislaman. Selain itu
pihak sekolah harus mengembangkan sikap kritis, aktif dan antusias. Sikap
kritis diartikan sebagai sikap mempertanyakan segala hal yang berhubungan
dengan yang di pelajari secara detail. Sikap aktif yang di sini adalah suatu
sikap turut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan
belajar, berani mengungkapkan ketidaktahuan pada guru atau teman, tidak ada
rasa sungkan, rasa malu, dan rasa takut pada guru. Sikap antusias yang di
maksud di sini adalah suatu sikap untuk mengembangkan perhatian secara terpusat
pada pelajaran, Sehingga menimbulkan minat dan berkembangnya keinginan untuk
menguasai kecakapan tertentu dari hasil
proses belajar, sehingga menjadi motivasi atau alasan yang kuat untuk belajar
tanpa harus di paksa oleh siapapun.[15]
Sekolah
juga harus bisa menanamkan akhlak yang baik kepada siswa. Secara bahasa kata
akhlak diambil dari kosakata bahasa Arab. Akhlak merupakan isim masdar (bentuk
infinitive) dari kata akhlaqo, yukhliqu, yang berarti al-tha’biah (tabiat),
al-adat (kebiasaan), almaruah (peradaban baik) atau al-din (agama).[16]
Al-Ghazali menyatakan bahwa akhlak adalah suatu keadan dalam jiwa yang tetap
yang memunculkan suatu perbuatan secara mudah dan ringan tanpa perlu
pertimbangan pikiran dan analisa.[17] Ibnu
maskawaih mendefinisikan akhlak sebagai keadaan jiwa yang mendorong kepada
tindakan-tindakan tanpa melalui pertimbangan pikiran.[18]
Dalam Ensiklopedia Britanica, akhlak yang di sebut sebagai ilmu akhlak
mempunyai arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian
nilai baik, buruk, seharusnya benar, salah dan sebagainya tentang prinsif umum
dan dapat di terapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat di sebut juga sebagai
filsafat moral. Abuddi Nata ada lima ciri-ciri yang di kandung dari sebuah
pengertian akhlak yaitu : 1). Akhlak merupakan perbuatan yang tertanam di dalam
jiwa seseorang secara kuat sehingga menjadi bagian dari pribadinya; 2). Akhlak
tersebut di lakukan secara mudah tanpa memerlukan pikiran; 3). Akhlak di
lakukan tanpa paksaan atau tekanan dari luar diri seseorang; 4). Akhlak
tersebut di lakukan dengan sungguh-sungguh; 5). Akhlak juga di lakukan karena
ikhlas semata-mata mengharapkan ridho Allah dan bukan [pujian manusia.
Dari
berbagai kajian di atas, dapat di tarik satu kesimpulan bahwa penggunaan ICT
dalam pembelajaran sangat di butuhkan, namun dengan di berlakukannya kebijakan
penggunaan ICT, di harapkan sekolah memiliki rambu-rambu yang mengatur
penggunaannya dalam bingkai akhlak. Sehingga guru dan siswa memiliki batasan
dalam pengunaannya dan tidak melenceng
dari moral dan etika yang ada.
Berdasarkan hasil penelitian di atas menunjukkan begitu pentingnya
penggunaan ICT dalam dunia pendidikan. Hasil dari beberapa penelitian tentang
ICT ini dapat menjadi referensi bagi Pengelola Lembaga pendidikan Islam dalam
menentukan kebijakan penggunaan IT dalam Kegiatan administrasi maupun dalam
pembelajaran di kelas.
KESIMPULAN
Globalisasi
pendidikan adalah suatu keharusan yang tidak bisa di tawar lagi, oleh sebab itu
pengelola lembaga pendidikan harus bersikap proaktif dalam menghadapi berbagai
perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Berbagai kebijakan pendidikan
nasional membawa pengaruh yang signifikan terhadap lembaga pendidikan Islam,
sebelum lahirnya undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan
nasional dunia pendidikan Islam berkali-kali mengalami diskriminasi dalam hal
kebijakan pendidikan. Termasuk di dalamnya anggaran pendidikan yang tak
seimbang dengan kebutuhan sehingga mengakibatkan rendahnya kwalitas lembaga dan
lulusan dari Madrasah tersebut. Dengan di berlakukanya UU No 20 memberikan
peluang kepada lembaga pendidikan Islam untuk mengembangkan diri menjadi
lembaga pendidikan yang siap melahirkan peserta didik yang dapat menjalankan
peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama. Menciptakan Pendidikan
Islam yang bersifat integralistik tidak adanya dikhotomi antara ilmu
pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama. Pendidikan islam juga bersifat
holistik yang meliputi seluruh aspek kehidupan dengan prinsif seumur hidup
(long life education).
Pesantren
sebagai lembaga pendidikan Islam, yang sudah mengakar dalam budaya masyarakat
indonesia dapat menjadi perekat dan pemersatu umat islam, selain itu juga Pesantren
harus melahirkan para Ulama dan Umaro yang berkwalitas yang dapat menjadi
tauladan bagi masyarakat. Dan pesantren juga harus menjadi agen of change (agen
perubahan) bagi masyarakat Islam yang majemuk. Berbagai kebijakan yang di ambil
oleh seorang kiai sebagai pimpinan pesantren sangat berpengaruh terhadap
kemajuan pesantren yang di pimpinnya. Berdasarkan penelitian diungkapkan bahwa
setiap tawaran inovasi yang datang selalu di respons secara dilematis, yakni
antara melestarikan nilai-nilai lama atau mengembangkan nilai yang sama sekali
baru atau bahkan memadukan keduanya. Dalam menjawab tantangan perubahan dan
berbagai kebutuhan masyarakat, beberapa pesantren secara historis telah melakukan
beberapa inovasi pada sistem pendidikanya. Proses transformasi itu semata-mata
menghasilkan inovasi karena faktor internal ataukah eksternal, atau interaksi
keduanya. Pada kenyataanya kekuatan-kekuatan eksternal seperti pemerintah dan
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), turut andil dalam proses tersebut. Pemerintah
berperan sebagai pengelola pembangunan sedangkan LSM yang memfasilitasi
pelatihan-pelatihan yang melibatkan sumber daya pesantren.
Untuk
menjawab berbagai tantangan di atas perlu adanya keseriusan dari lembaga
pendidikan Islam seperti pesantren, Madrasah dan sekolah Islam untuk
mengembangkan ICT di lembaganya masing-masing. Penggunaan ICT dalam lembaga
pendidikian Islam sangat di perlukan untuk menjawab berbagai permasalah dan
tantangan dalam masyarakat yang dinamis dan terus berubah. Di harapkan dengan
penggunaan ICT, sekolah Islam dapat bersaing dengan Sekolah umum dan Sekolah
asing yang turut mewarnai dunia pendidikan di Indonesia. Walaupun penggunaan
ICT dalam pembelajaran berdampak baik bagi perkembangan pemahaman siswa, namun
pada keyataanya pengunaan ICT dalam pembelajaran tidak hanya bernilai positif
akan tetapi ada dampak negatif yang muncul. Ketika kebijakan ICT ini sudah di
jalankan, pengunaan berbagai media komputer dan internet termasuk di dalamnya
media sosial kalau tidak adanya rambu-rambu yang di buat dalam bingkai akhlak
yang mulia akan mengakibatkan pengunan media yang berlebihan. Sehingga
tujuannya ingin menjadikan siswa lebih kreatif justru malah merusak akhlak dan
moral siswa. Oleh sebab itu pihak
sekolah harus membuat peraturan yang ketat tentang pengunan ICT, di antaranya
dengan melakukan pendampingan ketika mengakses internet dan penggunan media
sosial. Pembentukan Team ICT dengan melibatkan siswa seperti yang telah di terapkan
di SMA Plus PGRI Cibinong juga perlu di pertimbangkan sehingga siswa lebih
terarah dalam memanfaatkan berbagai macam teknologi mutakhir tersebut karena di
dalam team tersebut secara keorganisasian sudah memiliki tujuan dan AD ART yang
jelas, dan bisa di pertanggung jawabkan.
Mudah-mudahan
dengan penggunaan ICT dalam pembelajaran dapat meningkatkan kualitas lembaga
pendidikan Islam yang sampai saat ini masih sangat tertinggal dengan sekolah
Umum dan sekolah bertarap internasional. Dan bagi para pemangku kebijakan
khususnya departemen Agama dan para ulama dan pengelola lembaga pendidikan
Islam bahu membahu melengkapi berbagai sarana dan prasarana di semua lembaga
pendidikan Islam dari mulai tingkat Diniyah sampai tingkat perguruan tinggi.
Dan pemerintah juga di harapkan dapat membuat regulasi berbentuk undang-undang
yang tidak diskriminasi terhadap lembaga pendidikan Islam, dalam hal pemberian
bantuan fasilitas dan kesejahteraan guru.
DAFTAR PUSTAKA
Mastuhu. 2003. Menata
Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21( The New Mind Set of
National in The 21 Century). Yogyakarta: Safiria Insania Press.
Arsyad, Azhar . 1995. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Feisal, Jusuf Amir, Prof. Dr. 1995. Reorientasi
Pendidikan Islam Jakarta : Gema Insani Press.
Rosyadi, Rahmat. 2014. Pendidikian
Islam dalam prospek kebijakan nasional. Bogor : PT. Penerbit IPB Press.
Soebahar, Abdul Halim. 2013. Modernisasi Pesantren Study transformasi
Kepemimpinan Kiai dan Sitem Pendidikan Pesantren . Yogyakarta: LKIS.
Saidah, Zahrotus.
2014. Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Berbasis Konstrutivisme untuk Generasi digital, Tanggerang Selatan : Cinta
Buku Media.
Munir, M.IT, Prof. Dr. 2012. Multi
Media konsep dan Aplikasi dalam Pendidikan. Bandung : CV. Alfabeta.
Burns-Sardone, Nancy. 2008. An investigation of the
relationship between higher education learning environments and learner
characteristics to the development of information technology fluency and course
satisfaction. Order No. 3308311, New York University. In PROQUESTMS ProQuest
Dissertations & Theses Full Text: The Humanities and Social Sciences Collectionhttp://search.proquest.com/docview/304528092?accountid=25704.
Cocciolo, Anthony Patton. 2009. "Using information and communications
technologies to advance a participatory culture: A study from a higher
education context." Order No. 3368420, Teachers College, Columbia
University, http://search.proquest.com/docview/304865814?accountid=25704.
ProQuest Dissertations & Theses Full Text: The Humanities and Social
Sciences Collection.
Ku, Cheng-Hsin. 2009. "Extending the Technology
Acceptance Model using perceived user resources in higher education web-based
online learning courses." Order No. 3357904, University of Central Florida,
http://search.proquest.com/docview/305096809?accountid=25704. proQuest
Dissertations & Theses Full Text: The Humanities and Social Sciences
Collection.
[1]Di
awali dengan berakhirnya era industri yang di tandai dengan runtuhnya tembok
Berlin yang kemudian menjadi sibol dunia tanpa batas, seiring globalisasi juga
bermunculan juga fenomena-fenomena lainya, seperti kompleksitas, turbulence,
dinamika, akselerasi, konvergensi, konsolidasi, rasionalisasi, paradok global,
dan kekuatan pemikiran. Mastuhu, Menata
Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21( The New Mind Set of
National in The 21 Century) (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003), 9.
[3]
Kelembagaan formal meliputi sekolah, madrasah dan pesantren sedangkan kegiatan
pendidikan nonformal merupakan kegiatan pendidikan dalam masyarakat yang sangat
beragam dalam materi, tingkat dan coraknya. Dan kegiatan dalam keluarga di
kategorikan ke dalam pendidikan informal. Prof. Dr. Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta :
Gema Insani Press, 1995), 98.
öNs9r& ts? y#øx. z>uÑ ª!$# WxsWtB ZpyJÎ=x. Zpt6ÍhsÛ ;otyft±x. Bpt7ÍhsÛ $ygè=ô¹r& ×MÎ/$rO $ygããösùur Îû Ïä!$yJ¡¡9$# ÇËÍÈ
þÎA÷sè? $ygn=à2é& ¨@ä. ¤ûüÏm ÈbøÎ*Î/ $ygÎn/u 3 ÛUÎôØour ª!$# tA$sWøBF{$# Ĩ$¨Y=Ï9 óOßg¯=yès9 crã2xtGt ÇËÎÈ
[10] Prof.
Dr. Munir, M.IT, Multi Media konsep dan
Aplikasi dalam Pendidikan (Bandung : CV. Alfabeta, 2012), 137.
[11] Burns-Sardone, Nancy. "An Investigation of the
Relationship between Higher Education Learning Environments and Learner
Characteristics to the Development of Information Technology Fluency and Course
Satisfaction." Order No. 3308311, New York University, 2008. In PROQUESTMS
ProQuest Dissertations & Theses Full Text: The Humanities and Social
Sciences Collection,
http://search.proquest.com/docview/304528092?accountid=25704
[12] Cocciolo, Anthony Patton. "Using Information and
Communications Technologies to Advance a Participatory Culture: A Study from a
Higher Education Context." Order No. 3368420, Teachers College, Columbia
University, 2009. In PROQUESTMS ProQuest Dissertations & Theses Full Text:
The HumanitiesandSocialSciencesCollection,http://search.proquest.com/docview/304865814?
accountid=25704.
[13] BECTA: Global Forum Launched to Highlight Importance
of Effective use of Technology in Education; Learning and Technology World
Forum Aims to Get Global Agreement among Policy Makers of the Critical Value of
Technology inEducation." M2Presswire,Dec16,2008.http://search.proquest.com/docview/444361274?
Accountid = 25704
Tidak ada komentar:
Posting Komentar